MEMBONGKAR 32 TAHUN YANG SUNYI
Sutradara: Joshua Oppenheimer dan Anonim
Sinematografi : Lars Skree
Produksi: Final Cut for Real (Denmark)
Tahun: 2014
Joshua Oppenheimer memukau sekaligus mengguncang dengan film dokumenternya yang terbaru. Sekuel film “Act of Killing” dengan pendekatan personal.
***
Ia meletakkan sekeping lensa di depan matanya dan bertanya apakah bapak sepuh itu sudah bisa jelas melihat pemandangan di hadapannya.
“Tidak…belum,” kata sang bapak tua.
Sang optometris, bernama Adi Rukun, menambahkan sekeping lensa lagi, “ini?”
Lelaki tua bertubuh kurus itu bernama Inong. Giginya sudah menghilang, matanya sudah rabun—dan karena itulah Adi Rukun mengunjunginya untuk mengecek matanya—tetapi suara Inong masih lantang dan ingatannya tentang peristiwa 50 tahun silam sungguh terang benderang. Dia membunuh begitu banyak orang. Kepada sutradara film ini, dia bercerita bagaimana dia membunuh Ramli dan melempar tubuhnya ke sungai.
Adi Rukun, adik Ramli, datang kepadanya. Untuk memperbaiki penglihatan Inong yang sudah rabun. Dan, mungkin —sekali lagi, mungkin—untuk membuka nurani lelaki ringkih yang ternyata di masa muda adalah salah satu pimpinan gerakan anti komunis di desanya di Deli Serdang setelah pecahnya tragedi 1965.
Tentu saja itu tak terjadi. Pertanyaan demi pertanyaan Adi Rukun membuat Inong merasa tak nyaman. “Kamu sudah mulai bicara politik. Saya tidak mau jawab,” kata Inong dengan lantang. Saat itu dia tak lagi seperti seorang kakek ringkih. Ada sejarah kelam yang menumpuk di balik matanya yang membutuhkan lensa itu. (more…)
SEORANG PELAYAN DAN TUJUH PRESIDEN
Terinspirasi dari kisah seorang pelayan Afro-Amerika yang mengabdi selama 34 tahun di Gedung Putih.Forest Whitaker dan Oprah Winfrey duet yang luar biasa.
THE BUTLER
Sutradara : Lee Daniels
Skenario : Danny Strong
Diangkat dari artikel The Washington Post berjudul “A Butler Well Served by This Election”.
Pemain : Forest Whitaker, Oprah Winfrey, David Oyelowo, Terrence Howard, Cuba Gooding Jr., Lenny Kravitz
***
“Segalanya dimulai dari putihnya kapas…..”
Demikian Cecil Gaines (Forest Whitaker) bercerita tentang asal mula hidupnya yang dramatik di perkebunan kapas di Georgia pada tahun 1926 ketika segregasi hitam dan putih masih berlaku dengan ketat.
Gaines kecil menyaksikan ibunya diperkosa dan ayahnya dibunuh oleh Thomas Westfall (Alex Pettyfer). Annabeth Westfall (Vanessa Redgrave) segera saja mengangkat dan mendidik si kecil Gaines sebagai pelayan di dalam rumah tangga pemilik perkebunan. Dengan cakap dan cepat, Gaines belajar melayani makan malam keluarga, membersihkan sendok dan garpu dengan seksama dan berhasil menetap di zona netral, sehingga persoalan politik diskriminasi di kawasan Selatan Amerika disingkirkan dari jiwanya. Keahlian rumah tangga dan sikap submisif inilah yang kemudian membawa Gaines melangkah ke Gedung Putih untuk kemudian berturut-turut meladeni tujuh Presiden Amerika Serikat. (more…)
Running with Joni
***
Joni had to go through many hurdles as he ran carrying a roll of film. This is Joko Anwar’s debut as he appears with a group of top actors.
JANJI JONI
Director & Writer : Joko Anwar
Actors : Nicholas Saputra, Surya Saputra, Rachel Maryam,
Mariana Renata, Ria Irawan
Production : Kalyanashira
***
THE hot and dusty wind of Jakarta hit his face. But riding on his motorcycle, Joni always tries to fulfill a simple promise:
to deliver a roll of film, from one theater to another, right on time. His promise is to fulfill the dreams of the movie-goers, if only for a while. He promises, through the roll of film he delivers on time, to bring the viewers to a fantasy world where all links to the real world are cut off. Films, in Joni’s words, “are the best gift of art ever possessed by man.”
This is the voice of the director, Joko Anwar, a film-crazed man who trained at the Bandung Institute of Technology, but feels that film is the place for him to speak out (read I am very close to the gay community). The film Janji Joni (Joni’s Promise) is his first debut as a director – following his script of the film Arisan, which shocked the Indonesia public.
This film begins as an introduction to the world of creativity and the distribution of films. It is a world, a ‘swimming pool’ where film-makers like Garin Nugroho, Mira Lesmana, Riri riza, Nan T. Achnas, Rudi Soedjarwo and Nia Dinata, swim around. The theme of this film is about them. As such, it must be admitted that the humor in the film is likely to be easier understood by them or those who are made over the world of films (Indonesian).
They are people like Joni (Nicholas Saputra), who is proud to work delivering films. One day, he meets Angelique (Marian Renata) at the lobby of a movie theater. Unfortunately, Angelique comes with Otto (superbly played by Surya Saputra) , a boyfriend with a penchant for easily losing his temper. While she waits for her boyfriend who seems to get angry at anyone he considers as dull-witted, Joni uses the opportunity to introduce himself to Angelique. They talk, and they promise to exchange names after Joni manages to deliver his roll of film on time. (more…)
Menguak Kisah Marsinah
Slamet Rahardjo meniupkan roh Marsinah ke atas layar perak. Film Marsinah lebih memotret sosok Marsinah dari mata Mutiari—tokoh yang dituduh sebagai otak pembunuhan—daripada menggunakan pendekatan biografis. Bagaimana Slamet menampilkan adegan penyiksaan?
Marsinah (Cry Justice)
Sutradara : Slamet Rahardjo Djarot
Skenario : Agung Bawantara, Karsono Hadi, Tri Rahardjo, Slamet Rahardjo, Eros Djarot
Pemain : Megarita (Marsinah), Diah Arum (Mutiari)
Produksi : PT Gedam Sinemuda Production
***
SEKELEBAT gambar hidup, sekelebat jeritan, sekelebat kematian. Marsinah hadir dalam adegan-adegan yang begitu cepat, susul-menyusul berdesakan dengan potongan gambar lain. Dia datang begitu cepat dengan semangat menggebu untuk memperjuangkan kenaikan upah buruh dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250 per hari. Dan dia pergi begitu cepat pada suatu malam tanggal 5 Mei 1993 dan tak pernah kembali. Empat hari kemudian, ia ditemukan tergeletak tak bernyawa dengan kondisi yang mengerikan di Dusun Jegong, Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur.
Tokoh Marsinah dalam rekaan sutradara Slamet Rahardjo Djarot hanya tampil dalam durasi yang begitu pendek. Namun, rohnya hidup hingga akhir film ini. Jika begitu banyak yang memprotes kenapa film ini memberikan porsi yang lebih banyak kepada Mutiari, harus dipahami bahwa penonton (Indonesia) tampaknya masih terbiasa dengan pendekatan biografis, terutama bila sosok yang diangkat sudah menjadi ikon, lambang, atau pahlawan.
Film ini pada akhirnya memang hanya mengambil satu cuplikan periode peristiwa yang dimulai dari demonstrasi para buruh PT Catur Putra Surya; disusul kematian Marsinah; pencidukan sembilan orang tertuduh, termasuk Mutiari, kepala personalia per-usahaan itu, yang dianggap sebagai otak pembunuhan; hingga pengadilan para tersangka. (more…)
DJANGO UNCHAINED
Sebuah film Tarantino yang diinspirasikan oleh film klasik Django karya Sergio Corbucci. Franco Nero tampil cameo sebagai sebuah penghormatan. Nominasi Film Terbaik Academy Awards tahun ini
Sutradara : Quentin Tarantino
Skenario : Quentin Tarantino
Pemain : Jamie Fox, Leonardo DiCaprio, Christoph Waltz, Samuel L.Jackson, Kerry Washington, Don Johnson
Tahun1858. Dua tahun sebelum perang saudara, di sebuah tak jauh dari negara bagian Texas. Dari jauh tampak sebaris garis hitam di atas tanah kering itu bergerak merayap. Diiringi musik klasik pembuka Django karya yang dinyanyikan Ricky Roberts karya Luis Enriquez Bacalov kini mengguncang layar yang segera saja terlempar pada kenangan film Django (1966) yang menginspirasikan QuentinTarantino. Jika karya Sergio Corbucci membuka film Django dengan adegan Franco Nero yang menyeret-nyeret peti mati di atas tanah berlumpur ke sebuah kampung untuk mencari pembunuh isterinya, maka sutradara Tarantino memulai dengan sebuah adegan yang mengejutkan. Garis hitam panjang tadi itu menampakkan diri sebagai barisan budak Afro-Amerika yang tertatih-tatih berjalan dengan punggung berdarah-darah bekas lecutan cambuk.
Ketika malam mengepung, sebuah kereta dengan bentuk ganjil –dengan sebuah patung bentuk gigi pada atap kereta—seorang asing dengan kostum rapi dan bahasa Inggris beraksen Jerman memperkenalkan diri sebagai dr. King Schultz, sang dokter gigi dan sekaligus memperkenalkan “ini kuda saya Fritz”. Dari gaya Christoph Waltz yang membuka dialog dengan gaya ringan, komikal dan cerkas yang dengan enteng mengaku mencari Django, seorang budak berasal dari Perkebunan Carrucan, kita sudah tahu—seperti ritme awal film-film koboi klasik—pembicaraan basa-basi ini pasti akan berakhir dengan tembak-menembak. Ketika si dokter gigi dengan sigapnya menghantam salah satu pemilik budak dengan peluru, yang satunya pada lutut, dia malah sibuk mengatakan “tolong minimalkan jeritan perihmu, aku sedang cari info dari Django.” (more…)
MAN OF STEEL
KEMBALINYA KAL EL, CLARK KENT DAN SI MANUSIA BAJA
Sutradara : Zack Snyder
Skenario : David S. Goyer
Berdasarkan karakter dari DC Comics Superman dan film-film Superman
Pemain : Henry Cavill, Amy Adams, Russel Crowe, Kevin Costner, Diane Lane, Laurence Fishburne
***
Dia melesat ke langit. Sekejap. Sekelebat.
Dan dia menghilang begitu saja seolah menyatu dengan planet lain, untuk kembali lagi ke bumi jika dia dibutuhkan.
Itulah yang dia janjikan Kal-El (Henry Caville) kepada Jendral Swanwick (Harry Lennix) , “saya akan membantu Bumi ini, ketika saya dibutuhkan.” Setelah mengucapkan satu kalimat yang meyakinkan, tubuh tinggi besar yang hanya terdiri dari otot dan baja itu melesat kembali ke langit, meninggalkan debu yang menyembur ke wajah Jendral. (more…)
The Great Gatsby
GATSBY DI ANTARA FITZGERALD DAN LUHRMANN
Sutradara : Baz Luhrmann
Skenario : Baz Luhrmann dan Craig Pearce
Berdasarkan novel karya F.Scott Fitzgerald
Pemain : Leonardo DiCaprio, Tobey Maguire, Carey Mulligan, Joel Edgerton, Isla Fisher
Itu semua terjadi pada musim panas tahun 1922.
Nick Carraway, sang narator film ini, memperkenalkan dunia Long Island, New York sebagai sebuah periode di mana “gedung-gedung jauh mencapai ke langit, pesta-pesta jauh lebih besar dan megah, alkohol yang jauh lebih murah dan moral merosot ke titik dasar.” Akibatnya, menurut Carraway , “ kegelisahan menular kemana-mana dan mencapai titik histeria.”
Di mata Carraway (Tobey Maguire), dunia saat itu hanya terbagi antara East Egg dan West Egg. Nun di East Egg , adalah tempat menetapnya para keluarga penggenggam dunia, yang mewariskan kekayaan tak habis-habisnya hingga akhir zaman; yang di dalam darahnya mengalir kemanjaan, kemunafikan dan kekejian yang tak tertandingkan. Mereka adalah orang-orang kaya lama yang merasa bisa melampaui kekuatan hukum dan tak mengenal moral. Di sanalah hidup seorang nyonya sosialita Daisy Buchanan (Carey Mulligan), isteri Tom Buchanan, seorang putera dari keluarga old money yang duitnya tak habis tujuh turunan.
(more…)
A Separation
KEMBALI PADA KEKUATAN BERCERITA
Dengan teknik bercerita yang sederhana, sutradara Iran Asghar Farhadi menyajikan ledakan yang dahsyat dalam film ini. Berhasil meraup penghargaan di Academy Awards, Golden Globe, Berlinale.
Sutradara : Asghar Farhadi
Skenario : Asghar Farhadi
Pemain : Leila Hatami, Peyman Moaadi, Shahab Hosseini, Sareh Bayat, Sarina Farhadi
Di suatu hari di Teheran. Pasangan itu menatap kamera, menatap kita. Sang isteri menyatakan alasannya untuk bercerai: dia mendapat tawaran bekerja di luar Iran, tetapi sang suaminya tak bersedia ikut. Sang suami menjawab, dengan nada enggan, bahwa dia tak bisa mengikuti isterinya karena harus mengurus ayahnya yang sudah tua renta dan menderia alzheimer. Perceraian tidak dikabulkan karena menurut hakim—yang hanya muncul suara belaka—tidak bisa terjadi jika tak disepakati kedua belah pihak.
Dari adegan ini, kita mengikuti mata dan hati sutradara Asghar Faradi yang sebetulnya tidak bercerita tentang (upaya) perceraian belaka, tetapi lebih dalam lagi ia menyajikan berlapis-lapis persoalan yang justru terjadi karena perkawinan mereka yang berstatus tak jelas (itulah sebabnya judul asli film ini dalam bahasa Parsi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris adalah The Separation of Nader from Simin). Perpisahan, bukan perceraian. (more…)
Java Heat
KETIKA HOLLYWOOD MENYENTUH YOGYAKARTA
Ada tokoh Sultan gondrong berdandan gotik. Ada puteri raja berkonde menjulang seperti gulali. Lalu ada serangkaian bom dan aktor Mickey Rourke.
Sutradara : Conor Allyn
Skenario : Rob Allyn
Pemain : Mickey Rourke, Kellan Lutz, Ario Bayu, Atiqah Hasiholan, Tio Pakusadewo, Rio Dewanto
Produksi : Margate House Film
Bom. Candi. Terorisme. FBI. CIA. Amerika Serikat.
Semua kosakata ini menjanjikan sebuah petualangan yang seru, yang menggelegar dan sudah pasti berbau Hollywood. Tetapi setelah 30 menit pertama, melihat ada seorang lelaki asing bernama Jake Travers (Kellan Lutz) yang mengaku sebagai seorang ilmuwan dari Universitas Cornell dengan gaya tengil, pertanyaan yang muncul di benak penonton tentu saja sama dengan pertanyaan Komandan Detasemen 88 Hashim (Ario Bayu), siapa yang percaya lelaki dengan tubuh sebesar pohon ini adalah seorang ilmuwan? Cornell? Kasihan betul Indonesianis kita Prof.Ben Anderson jika punya kolega seperti ini.
Lalu muncul tokoh Sultana (Atiqah Hasiholan), seorang puteri Jawa yang sanggulnya bertingkat-tingkat seperti es campur yang disiram sirup. Lalu ada lagi seorang Sultan (Rudy Wowor) yang berambut gondrong dan mengenakan celak mata. Sementara si Sultan mengenakan celana pantalon biasa, tokoh Perdana Menteri yang senantiasa mengenakan blangkon dan baju adat Jawa yang lengkap.
Baiklah. (more…)