SOLOMON , SANG PEMAIN BIOLA
Seorang pemain biola ditipu,diculik, disiksa lalu dijadikan budak. Kisah nyata Solomon Northup pertengahan abad 19. Diputar di Jakarta International Film Festival yang berlangsung hingga akhir pekan.
12 YEARS A SLAVE
Sutradara : Steve McQueen
Skenario : John Ridley
Berdasarkan memoar Solomon Northup.
Pemain : Chiwetel Ejiofor, Michael Fassbender, Lupita Nyong’o, Sarah Paulson, Benedict Cumberbatch, Brad Pitt.
***
Pada tahun 1841, Solomon Northup (Chiwetel Ejiofor), seorang pemain biola Afro-Amerika adalah lelaki bebas yang bahagia, beristeri cantik dengan tiga anak yang hidup nyaman di utara Amerika. Itulah sebuah masa ketika Selatan Amerika masih menganggap warga kulit hitam tidak setara dengan manusia. Siang itu, Northup diundang makan siang mewah ke New York oleh sepasang lelaki yang menawarkan pekerjaan yang honornya sukar ditampik dengan berbagai fasilitas yang menggiurkan. Tak menyadari gelasnya berisi anggur bercampur ramuan obat bius, Northup terbangun di dalam kegelapan dengan tangan dan kaki yang dirantai. “Namamu kini adalah Platt Hamilton,” kata penjual budak nun di ujung Selatan yang langsung menggampar karena dia berani-beraninya protes dan memperkenalkan dirinya sebagai “orang yang bebas”. Northup harus melalui deraan cambuk bertubi-tubi hingga potongan daging punggungnya melekat tebal disekujur untaian cambuk rotan itu agar dia akhirnya bermetamorfosa sebagai Platt ,seorang dari Selatan yang buta huruf ,
Sejak itulah hidup sang pemain biola jungkir balik. Dibeli oleh seorang tuan dari keluarga Ford (Benedict Cumberbatch) yang berhati lembut dan mencoba memperlakukan para budak-budaknya dengan lunak. Tetapi dia adalah pemilik, bukan para tuan di perkebunan yang gemar menyiksa. Tetap saja Northurp alias Platt tetap saja melalui berbagai siksaan. Pada satu saat dia digantung dengan tali, tetap ujung jari-jari kakinya masih bisa menggapai tanah agar dia bisa bertahan untuk tidak tewas. Posisi tersebut berlangsung– tanpa musik, tanpa suara sedesirpun– beberapa menit lamanya tetapi terasa berjam-jam hingga akhirnya Pak Ford tergesa-gesar datang berkuda menyelamatkannya. Karena Northurp terlalu pemberontak, Ford terpaksa menjualnya kepada seorang pemilik perkebunan kapas paling kejam di seantero negara bagian Selatan: Epps (Michael Fassbender).
(more…)
KATNISS DAN PEETA MENJELANG REVOLUSI
The Hunger Games: Catching Fire
****
Sutradara : Francis Lawrence
Skenario : Simon Beaufoy dan Michael Arndt
Berdasarkan novel kedua dari trilogi karya Suzanne Collins
Pemain : Jennifer Lawrence, Liam Hemsworth, Josh Hutcherson, Woody Harrelson, Donald Sutherland, Philip Seymour Hoffman, Stanley Tucci, Jena Malone, Elizabeth Banks, Sam Claflin
Bagian kedua dari trilogi The Hunger Games memasuki pertandingan yang jauh lebih keji dan berdarah. Peserta pertandingan veteran yang lebih berpengalaman,eksentrik dan berdarah dingin.
***
Selamat datang ke pertandingan Hunger Games ke 75.
Sebuah dunia yang kelam karena kau harus membunuh untuk bertahan hidup dan gerak-gerikmu diawasi oleh seluruh pimpinan dan warga Distrik.
Kini, Srikandi kita, Katniss Everdeen (Jennifer Lawrence) pulang ke Distrik 12 menemui Ibu, adiknya Primrose (Willow Shields) dan kekasihnya Gale (Liam Hemswerth). Katnis kini digempur rasa marah, sedih, luka hati akibat seluruh pengalaman berdarah selama pertandingan Hunger Games ke 74. Ditambah lagi sandiwara cintanya bersama Peeta (Josh Hutcherson) yang sebetulnya semakin membingungkan– karena kini dia merasa mencintai Gale dan Josh secara bersamaan—Katniss menjadi gadis yang bukan saja pemarah, tetapi penuh dendam dan pemberontakan terhadap pemerintahan Presiden Snow.
Di dalam dunia novel trilogi Suzanne Collins, Presiden Snow adalah Big Brother ala novel Georgel Orwell 1984. Rakyat yang mengeritik, melawan dan memberontak Snow akan disiksa dan ditumpas habis oleh tentara “Penjaga Perdamaian”. Sang Presiden yang rambutnya memang seputih salju itu (diperankan dengan lezat dan menggigit oleh Donald Sutherland) dengan tenang menyampaikan dia mengetahui hubungan Katniss dengan Gale. Atas perintah Snow, Katniss harus meneruskan sandiwara cinta dengan Peeta di hadapan warga sepanjang tur Victory yang menghampiri 12 distrik. Di beberapa distrik, pemberontakan sudah mulai memanas karena tersulut atas keberanian Katniss si Gadis Api.
Reality show gaya di dalam dunia dystopia ini tentu saja bukan menyajikan gemerlapnya kisah cinta Katniss dan Peeta, menjadi perjalanan pemberontakan (diam-diam) Katniss. Diberi pidato yang sudah konsep sejak awal, Katniss malah menuturkan kepedihannya di hadapan Distrik 11 atas kematian Rue, si kecil yang sudah seperti adik sendiri yang tewas. Gara-gara skenario pidato itu melenceng, warga distrik 11 serentak mengacungkan tiga jari dan terdengar siulan mockingjay di udara. Inilah simbol antara Rue dan Katniss saat mereka bekerja sama bertahan diri pada pertandingan sebelumnya, dan burung ini pula yang menjadi simbol perlawanan seantero 12 distrik. Bisa dibayangkan bagaimana murkanya Presiden Snow. (more…)