DANIEL CRAIG INGIN MENGUCAPKAN PERPISAHAN
Sutradara : Sam Mendes
Skenario : John Logan, Neal Purvis, Robert Wade, Jez Butterworth
Berdasarkan karakter dalam novel karya Ian Flemming Pemain : Daniel Craig, Christoph Walz, Lea Seydoux, Monica Belluci
Sudah waktunyakah 007 melakukan pembaharuan? Atau spionase gaya Flemming ini sudah tak cocok dengan era digital yang serba mudah?
Ketika aktor Daniel Craig mengatakan “saya lebih suka mengiris urat nadi saya daripada bermain sebagai Bond lagi,” publik penggemar 007 terkesiap. Heran. Lalu gempar.
Daniel Craig sudah berhasil menciptakan sosok James Bond yang baru: dingin, keras, sukar tersenyum dan tak ragu untuk menggunakan ‘lisensi’nya untuk membunuh. Jauh dari Roger Moore dan sangat jauh dari Pierce Brosnan yang sering cengar cengir. Yang tetap dipertahankan oleh Martin Campbel– sutradara yang kali pertama memperkenalkan Craig sebagai James Bond– adalah mobil dan gadget super mewah yang melebihi akal sehat tapi toh selalu menjadi hiburan bagi penonton karena inilah salah satu keasyikan dunia dunia Bond yang fantastis. Satu aspek yang tetap dipertahankan tentu saja adalah kebiasaan Bond berpindah-pindah ranjang dari satu perempuan ke perempuan lain. Sikap Bond yang mysoginistik masih terus dipertahankan, dan karakter Bond ini juga yang menjadi bahan sindiran Daniel Craig dalam wawancaranya.
Setelah menyaksikan Spectre, film ke empat dari serial James Bond yang tengah beredar ini, barulah saya paham dan berharap semoga para produser mengabulkan permintaannya dan jangan sampai aktor watak itu terjebak pada peran itu. Film ini mungkin salah satu yang paling lemah dibanding ketiga film James Bond Craig sebelumnya (Casino Royale, Quantum of Solace dan Skyfall) .
Film Spectre dimulai dengan gebrakan. James Bond berada di tengah Festival Day of the Dead di Mexico City. Jalan-jalan penuh penuh oleh mereka yang mengenakan aneka kostum tengkorak: pengantin tengkorak; tengkorak raksasa, boneka tengkorak semua berjumpalitan di antara ratusan penari dengan baju berwarna-warni. Adegan awal ini tampak meriah dan magnetik. Kita segera terpaku pada layar dan ingin tahu apa yang akan terjadi dengan James Bond yang tampaknya saat itu ingin bersenang-senang dengan pacar terbarunya.
“Liburan” berakhir dengan keputusan Bond menembak seorang teroris; seluruh area pada blok itu meledak karena bahan eksplosif di dalam gedung itu. Seperti seorang anak kecil yang diomeli ibunya, Bond dihukum M (kini diperankan Ralph Fiennes). Untuk sementara, dia dilarang bertugas di lapangany. Larangan yang sia-sia, karena bukankah dia sohib dengan Q (Ben Whishaw) dan Moneypenny (Naomie Harris). Dengan larangan itu, Bond malah semakin nekad dan lincah. Pesan M almarhum (yang dulu diperankan Judi Dench) untuk membunuh sang teroris sudah dilaksanakan pada lima menit pertama film ini. Tentu Bond tahu, itu baru satu titik saja. Dia mengikuti insting: teroris itu pasti hanya hanya satu titik dari sebuah karingan besar.
Sementara M versi Ralph Fiennes sibuk mempertahankan sistem spionase tradisional (sistem 00 termasuk si James Bond itu) dari gempuran spionase gaya baru pasca 9/11 (pengawasan, penyadapan dan kemenangan era NSA), Bond sendirian terpenggal dari kantor pusat menyusuri jaringan teroris yang terkait dengan musuh M lama. Tentu saja dengan bantuan teknis Money Penny dan Q. Ringkasnya: Sam Mendes mencoba membuktikan kepada para hadirin bahwa para penjahat di tiga film James Bond sebelumnya berkaitan dengan satu nama: Spectre, sebuah organisasi kriminal yang luar biasa besar,kuat, yang menggurita ke seluruh dunia hingga ledakan sebuah gedung di sebuah negara, kereta yang tertabrak, atau jatuhnya sebuah pesawat selalu berujung pada gurita Spectre yang digerakkan oleh pimpinannya Franz Oberhauser. Sebagai pimpinan organisasi teroris sebesar itu, Christoph Waltz-–seperti juga perannya dalam film-film sebelumnya—tampil menghibur: tersenyum menikmati ssat-saat menyiksa Bond dengan jarum yang menusuk batok kepala, itulah cita-cita hidupnya. Tetapi itu tak cukup. Bayang-bayang kedahsyatan seni peran Javier Bardem tetap membayangi Waltz.
Film ini menjadi film Bond dari empat serial Daniel Craig terlemah terutama karena Sam Mendes dan tim penulis skenario tidak menyadari kekuatan James Bond sebagai salah satu pelopor film spionase hiburan. Film-film spionase yang lahir kemudian seperti Mission Impossible dan The Man from U.N.C.L.E (yang semua berasal dari serial televisi dan produk dari perang dingin) adalah epigon kesuksesan serial James Bond, tetapi Sam Mendes justru memutuskan mengambil langkah mundur meniru plot Mission: Impossible Rogue Nation.
Subplot perang politik internal antara sistem lama (spionase ala 007) dan baru (gaya NSA yang menyadap dan memasuki semua wilayah pribadi warga sipil) juga terasa tak terselesaikan seperti layang-layang putus yang tak jelas arahnya. Padahal, seperti halnya pada film Skyfall yang memasang Javier Bardem yang legit, dalam film ini Mendes juga memilih aktor-aktor keren seperti Andrew Scott (yang saat kini tengah menanjak karena berperan dalam serial Sherlock Holmes) dan Christoph Waltz. Tetapi tokoh yang mereka perankan tak cukup membuat kita berdebar di tepi kursi bioskop, karena mereka tak terasa cukup menakutkan. Kedua aktris jelita Monica Belluci dan Lea Seydoux? Sia-sia, meski Lea sudah mencoba menjadi perempuan Bond yang berbeda dengan ikut melawan musuhnya secara fisik.
Kalaupun Craig hanya bergurau ketika menyatakan dia sungguh tak ingin lagi meneruskan perannya sebagai Bond—meski dalam kontraknya masih ada satu film yang harus dia tunaikan—pasti karena Craig ingin keluar dari dunia spionase fantasi itu sebelum Bond dinyatakan sebuah anakronisme di tahun 2015 ini.
Leila S.Chudori