PADA SEBUAH HUTAN BERKABUT


Selama dua jam layar dipenuhi kabut yang mengerumuni hutan dan padang perang. Macbeth dan lady Macbeth dalam tafsir Justin Kurzel yang memukau dan minim kata.

9999--MACBETH--FASSBENDERMACBETH

Sutradara         : Justin Kurzel

Skenario          :  Jacob Koskoff, Michael Lesslie, Todd Louiso

Berdasarkan drama karya William Shakespeare

Pemain                        : Michael Fassbender, Marion Cotillard , David Thewlis

***

Gentle my lord, sleek o’er your rugged looks
Be bright and jovial among your guests tonight.

( Babak 3, Adegan 2, Macbeth, William Shakespeare)

Para sineas dan sutradara teater paham satu hal, pada dasarnya menampilkan karya William Shakespeare adalah persoalan tafsir. Macbeth adalah tragedi karya Shakespeare yang paling sering ditafsirkan dalam berbagai bentuk, rupa, berbagai bahasa dan setting.

Dalam tafsir sutradara Justin Kurzel, naskah Macbeth sudah terlalu legendaris, terlalu gigantik. Maka menerjemahkannya dengan kemegahan adalah sesuatu yang klise. Bagaimana seorang sutradara masa kini bisa menandingi tafsir Akira Kurosawa terhadap Macbeth ke dunia Jepang abad tengah menjadi Throne of Blood (1957) yang magis sekaligus megah itu? Bagaimana bisa seorang sutradara masa kini melahirkan adegan-adegan Kurosawa yang tak terlupakan, misalnya saat Lady Asaji nampak santun duduk di belakang Taketoki Washizu (Toshiro Mifune), komandan samurai yang berambisi menjadi raja setelah mendengar ramalan tukang tenung itu? Meski Lady Asaji “hanyalah isteri” , tetapi ternyata kata-kata mampu menjadi menjadi kekuatan dahsyat yang mempercepat gerak Washizu untuk membunuh pimpinan.

Bagaimana pula penonton bisa melupakan tafsir Roman Polanski yang kontroversial, seperti adegan Lady Macbeth yang dikejar perasaan bersalah yang kemudian ditemukan berjalan dan bergumam dalam keadaan telanjang; atau adegan-adegan kekejian penuh darah pada akhir film ketika Macbeth berakhir di ujung pedang Macduff?

Sutradara Australia Justin Kurzel  paham, tak mungkin dia mengambil jalan yang megah, kolosal dan gigantik untuk memperkaya tafsir yang sudah dilakukan maestro macam Akira Kurosawa dan sineas Roman Polanski. Kurzel memilih  kesederhanaan. Setting tetap Skotlandia yang dirundung kegelisahaan tahta. Raja Duncan (David Thewlis) yang terkesan dengan kemenangan demi kemenangan pertempuran yang dipimpin Macbeth (Michael Fassbender) tentu saja mengganjarnya dengan kenaikan pangkat. Namun, toh Raja mengumumkan bahwa tahtanya kelak diberikan kepada Malcolm. Kegusaran dan kecemburuan menyembur. Harus diingat, sebelum pengumuman Raja, Macbeth dihadang empat tukang tenung –3 dewasa dan satu anak—di antara kepungan kabut dan sinar mata yang menyorotkan masa depan Macbeth. Lady Macbeth (Marion Cotillard) yang jelita tapi penuh kuasa itu menyitir suaminya, dengan seks, dengan kata-kata yang sensual sekaligus mengikat Macbeth pada sebuah obsesi : Raja Duncan harus mati. Pisau itu, tak seperti dalam teks asli yang digambarkan melayang-layang menghampiri Macbeth (dengan kalimat terkenal “Is this a dagger which I see before me/The handle toward my hand? Come, let me clutchthee) kini diubah dengan tafsir baru. Kini Kurzel menyajikan sebuah imaji serdadu anak, hantu dari peperangan, yang menyodorkan pisau itu. Serdadu anak itulah yang seolah mengajak Macbeth menuju kemah sang Raja. Duncan dibunuh dengan brutal hingga peraduan sang Raja bermandikan darah.

9999--THRONE

Sejak awal film, Kurzel bermain dengan dua hal: pertama dengan tafsir; kedua dengan visualisasi. Beberapa detik pertama film, Kurzel menampilkan sosok pemakaman jenazah bayi dari pasangan Macbeth dan Lady Macbeth. Pada naskah asli, pasangan ini tak memiliki anak. Kurzel ingin memberi sebuah konteks awal, mengapa pasangan Macbeth begitu pahit pada hidup; begitu pahit pada keberhasilan orang lain. Anak-anak dalam film Kurzel menjadi sangat sentral. Bukan saja jenazahnya menjadi pembukaan film, tetapi tiga tukang tenung juga melibatkan seorang anak; dan hantu serdadu ang membawa pisaupun adalah hantu anak. Saat Macbeth mulai masuk pada kegilaan dengan membunuh semua orang yang dianggap sebagai ancaman, dia tak lagi membunuh musuh politik. Dia bahkan  menikmati kejar mengejar dengan anak dan isteri Macduff di tengah hutan rimba penuh kabut yang diakhiri dengan mengikat mereka di tengah lapangan.

Kurzel  nampak berambisi memperlihatkan Macbeth  sebagai film yang berbicara melalui visual. Maka bagi pecinta Shakespeare ini menjadi tak mudah untuk diterima,  karena teks Shakespeare adalah mahkota dari karyanya. Kurzel hanya mengambil beberapa kalimat penting dalam naskah Macbeth seperti  ucapan Lady Macbeth yang mencoba membujuk Macbeth untuk tampil  ke pesta dengan tenang dan jangan terganggu oleh imaji-imaji mereka yang sudah mati:  “Gentle my lord, sleek o’er your rugged looks/ Be bright and jovial among your guests tonight.”

Selebihnya, Kurzel menyederhanakan teks Shakespeare menjadi kalimat yang lebih “modern” dan sebagian yang lain divisualkan dalam gambar yang sunyi.Layar diperlakukan seperti sebuah kanvas luas tak bertepi yang dilukis dengan warna hitam, putih dan warna kabut yang kelabu merubung pepohonan, bukit , pemakaman dan puri. Bahkan pada adegan peperangan, Kurzel memanfaatkan adegan slow motion untuk memperlihatkan detil lumpur, darah dan keringat serdadu dewasa maupun anak yang bertempur tanpa ampun. Peperangan jelas diatur dengan koreografi, tetapi Kurzel tidak bertujuan membuat kekerasan menjadi sebuah glorifikasi atau keindahan visual. Kurzel bersikap anti-kekerasan dan manusia cenderung akan terus menerus merancang balas dendam sepanjang hidupnya.

Jika pada banyak tafsir Macbeth, karakter itu cenderung ditampilkan dari seorang ksatria yang sangat ambisius menjadi lelaki yang penuh keluh kesah dan paranoid, maka aktor Michael Fassbender membuat penerjemahan yang berbeda. Dari Macbeth yang ambisius, menjadi semakin serakah dan sangat yakin akan takdirnya sebagai raja. Begitu yakinnya dia hingga pembunuhan terhadap perempuan dan  anak-anak dijustifikasi sebagai bagian dari garis tangan.

Tokoh Lady Macbeth dalam film ini adalah  salah satu tafsir yang terbaik selain Lady Asaji versi Akira Kurosawa. Api yang membara membakar semangat sang suami untuk merebut tahta bercampur dengan dinginnya es saat ia mulai kecewa melihat labilnya sang suami.

Macbeth dari Kurzel menitikberatkan pada sebua lingkaran pembalasan generasi mendatang, pada anak-anak dan bayi yang absen dalam teks asli Shakespeare. Akhir film ini , seperti juga awal dan bagian tengah film, sekali lagi memperlihatkan putera kecil Banquo yang mengangkat pedang Macbeth dan berlari menuju rimba yang dipenuhi kabut. Meski Macbeth sudah tewas di tangan Macduff, kita tak tahu tahta Malcolm akan aman selamanya.

Leila S.Chudori